Pengertian Tentang Lukisan (4)

Title | Tajuk : Pengertian Tentang Lukisan (4)
Magazine | Majalah :  Majalah Mastika
Author | Penulis : Trisno Sumardjo
Date | Tarikh : November 1955
Page | Mukasurat : 20 – 22

Tiap-tiap manusia memerlukan barang sesuatu yang disayanginya. Bagaimanapun keadaannya, masih muda atau lanjut usianya, miskin atau kaya, terpelajar atau tidak, selalu ada sesuatu yang dicurahi olehnya dengan perhatian istimewa. Miliknya itu sangat berarti baginya, meskipun barangkali harganya murah. Mungkin hal ini sudah menjadi salah satu panggilan nalurinya. Naluri paling terus-terang menyatakan diri pada kanak-kanak. Perhatikan si anak mencurahkan kesayangannya pada alat-alat permainannya; sebuah boneka dijadikan tambatan hatinya; begitupun buku dongeng atau wayang ynang dimain-mainkannya dengan meniru dalang. Si pemuda sangat sayang pada sepeda motornya yang bertahun-tahun disimpannya, bahkan sampai saatnya meninggal. Kesayangan demikian lazim disebut hobi. Hobi ini beragam-ragam, menurut keperluan yang sesuai dengan pendidikan, lingkungan hidup, keadaan ekonomi, keadaan masyarakat, serta faktor-faktor lainnya, dan tak sedikit pula tergantung pada keperluan orang akan keindahan, pun selera indah atau tidak.

Faktor-faktor ini saling mempengaruhi. Hasil-hasilnya yang sudah mengendap ke hati sanubari dalam banyak hal merupakan sikap hidup. Sikap hidup ini tercermin oleh banyak hal sehari-hari: cara mengatur rumahtangga, cara pergaulan, pemilihan pekerjaan, cara mencari hiburan. Bahkan kalau lebih mendalam lagi, dapat ikut menentukan perangai dan wataknya, cara berfikir, pandangan hidup misalnya tentang baik dan buruk atau indah dan jelek hal ehwal, serta lain sebagainya yang mengenai kehidupan, fikiran, rasa dan daya khayalannya. Penentuan sikap hidup manusia oleh faktor-faktor lahir-batin ini dalam ilmu pengetahuan biasanya disebut pengaruh kebudayaan atas orang.

Begitulah, kebudayaan bukannya hanya terdiri dari soal-soal yang musykil-musykil, melainkan telah berlaku mulai terjadinya hal-hal yang kecil-kecil yang mungkin sekali tak kita sedarkan makannya, mulai ketika kita sebagai kanak-kanak main dalang-dalang, menyanyi lagu dendang serta mencintai dongeng-dongeng yang kita dengar dari ibu kita dan diwariskan dari mulut ke mulut oleh nenek-moyang. Hal ini terus berlaku ketika kita menyusun kamar duduk kita secara indah dan rapi, ketika kaum wanita kita membatik dan menenun, ketika kaum lelaki mendirikan rumah bagus dan membikin ukuran-ukuran, ketika kita menjalankan politik, bermain atau menonton olahraga, melapangkan pengetahuan dengan bersekolah atau membaca buku dan majalah, bila kita kelak hari menyusun Indonesia sebagai negara industri dan sebagainya. Pendek kata, segala usaha yang dijalankan dengan rasa, fikir, khayalan itulah menentukan kebudayaan sesuatu bangsa, yang berarti menentukan tingkat dan corak kemajuannya. Inilah masalah terbesar bagi tiap-tiap kita.

Manusia dalam negara bermasyarakat seperti negara kita ini tak berdiri sendirian. Masyarakat adalah kumpulan terbesar, di mana individu itu sebagai sakrup kecil mempunyai tempat serta peranan tertentu agar mekanisme besar itu dapat berputar. Si kecil mempunyai tugas dan hak terhadap yang besar, dan sebaliknya. Si kecil ini secara langsung atau tak langsung dapat memberi pengaruh pada yang besar itu dan dapat dipengaruhi olehnya. Ini pengaruh timbal-balik dari individu. Adanya pengaruh timbal-balik ini menunjukkan bahawa si kecil bukanlah seperti batu tak berjiwa yang menyusun gedung besar, melainkan individu XXX yang punya hak dan tugas. Masalahnya mesti dipecahkan dengan kesanggupan masing-masing.

Di lingkungan seluruh dunia, tentulah masyarakat dunia yang menjadi kumpulan terbesar. Tapi ini tak masuk pembicaraan kami. Kami hanya membatasi diri pada masyarakat sebangsa. Itupun hanya di lingkungan salah satu cabang kebudayaannya, ialah kesenian, dengan mengambil salah satu /ms 21/ rantingnya, yakni seni rupa, di mana termasuk seni lukis. Arti seni lukis, hubungannya dengan masyarakat dan pembangunan bangsa, perkembangannya yang XXX hidupi oleh tokoh-tokoh seni rupa serta gerakan-gerakan dari para pendokongnya, sejarah singkatnya dari dulu hingga zaman ini, hendak kami bentangkan secara sederhana. Dalam pada itu, kami tidak bertolak dari matahari yang mati belaka, tapi dari kehidupan, yakni manusia sendiri sebagai pencipta dan penggerak kejiwaan yang ada pada tiap-tiap buah seni. XXX ini memang sewajarnya, sebab dengan tidak ada kehadiran nafas manusia dalam buah seni itu maka tiap-tiap lukisan, tiap-tiap lagu, tari-tarian dan sebagainya tak sanggup berbicara pada kita, tak mampu memberi pesan, memberi keharuan, kesenangan, keindahan dan sebagainya; pendeknya, segala macam perasaan yang kita kenal. Dari itu, selok-belok kesenian berpangkal pada selok-belok kemanusiaan serta kumpulan manusia yang disebut masyarakat, tak ubahnya dengan masalah-masalah lainnya yang bertalian dengan kepentingan manusia dan merupakan cabang-cabang kebudayaan lainnya, misalnya soal ekonomi, soal politik, ilmu dan sebagainya.

1955_nov_mastika_trisno01

Gambar petikan dari Candi Borobudur (lukisan O. Afandi)

Berhenti sejurus pada apa yang telah kami bicarakan di atas, mengertilah kita bahawa manusia bermasyarakat mempunyai dunia idam-idamannya tersendiri yang mungkin banyak persamaannya dengan manusia sesama di lingkungannya; mungkin juga ada perbezaannya. Dengan mereka yang bersamaan pendapat itu ia mungkin menggabungkan diri; dengan mereka yang berpendirian lain ia mungkin berlawanan. Dari usaha bersama dan usaha berlawanan itu timbul gerakan di masyarakat yang ikut menentukan hasil kemajuan sesuatu bangsa. Dalam masyarakat yang dengan begitu menjadi front bagi kepentingan-kepentingan individu atau kelompok tempat ia /ms 22/ bergabung itu, dengan sendirinya kelompok-kelompok tadi merupakan ruang hidup bagi individu, di mana ia memberi dan memperoleh tambahan bekal lahir-batin: bekal kebendaan, bekal kepandaian, bekal siasat hidup, bekal ilham. Tak asing lagi bagi kita kelompok-kelompok seperti parti politik, syarikat buruh, ikatan penerbit, himpunan budaya, gabungan pelukis dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini merupakan gelanggang bersama bagi para individu yang mempunyai ideologi atau kepentingan sosial yang sepadan, meskipun anggota-anggotanya seringkali terdiri dari lingkungan kebudayaan yang bermacam ragam. Jadi, ditilik dari sudut ilmu kebudayaan merupakan kumpulan yang bersifat heterogen dan tidak homogen.

Dengan ini, setelah menyinggung kumpulan besar yang bernama masyarakat itu, kita sudah pula meninjau sekadar pengertian dasar tentang timbulnya gerakan kelompok sebagai kumpulan lebih kecil yang juga merupakan lingkaran konsentris dalam hubungan kebudayaan bangsa. Lingkaran konsentris ketiga, yang terkecil, kini hendaknya kita tinjau, yakni lingkungan kehidupan-kehidupan sekeluarga. Lingkaran ini, sungguhpun terkecil, sering mempunyai pengaruh terbanyak pada seseorang, kerana semenjak kita lahir di dunia hidup kita banyak berlangsung di dalamnya, biasanya sampai umur 14 tahun. Pengalaman sebagai kanak-kanak, pengalaman pertama sebagai orang muda serta sikap hidupnya lambat-laun terbentuk selama itu dan mungkin tidak berubah selama hidupnya selanjutnya. Dari itu, lingkungan keluarga ini, yang terdiri hanya dari suami-isteri, anak-anak dan mungkin ditambah dengan semenda lainnya seperti makcik, paman, sangat penting bagi penentuan kebudayaan. Pada pendidik dalam lingkungan itu, terutama bapak dan ibu, dan pendidik lainnya, seharusnya mempunyai tanggungjawab besar kerana ikut membentuk pengisian batin zaman depan yang mereka usaha dalam bentuk anak-anak itu.

Ayah, ibu dan guru adalah sedikit banyak hasil dari kebudayaan di zaman mereka. Pengaruh masyarakat berserta pengalaman mereka sendiri sedikit banyaknya disampaikan kepada anak-anak, yakni para pendokong kebudayaan zaman kini atau zaman depan, hingga terjadi pergeseran antara isi zaman lampau dengan zaman kini. Dalam pada itu, si anak pun mendapat pengalaman dan pengaruh dari masyarakatnya sendiri yang tak jarang berbeza dari masyarakat yang dikenal orangtuanya, hingga pergeseran itupun dapat merupakan pertentangan, bahkan konflik, yang berakhir dengan kemenangan salah satu isi masyarakat tersebut, ataupun perpaduan antara kedua-duanya dalam diri si anak. Demikian, si anak dapat menjadi manusia yang isi batinnya berlainan dengan orangtuanya. Ia keluar dari lingkungan keluarga dengan bekal sikap batin atau sikap hidup tertentu yang terbentuk oleh faktor-faktor tersebut di dalamnya.

Perpaduan atau konflik yang dialaminya itu tentunya mendapat pengolahan lagi setelah ia memasuki masyarakat ramai dan bertemu dengan individu-idividu lain yang juga telah dibekali oleh lingkungan keluarganya sendiri. Pun di sini terjadi perpaduan atau konflik di lingkungan gerakan kelompok dan di masyarakat seluas-luasnya. Dari pengalaman-pengalamannya ini ia mengambil sari-sarinya yang menjadi pedoman hidup, setelah dibumbui dengan wataknya sendiri. Watak ini menentukan sifat individual, sedangkan pengalaman XXX keluarga dan masyarakat itu membentuk coraknya sebagai orang dari sesuatu XXX bangsa-bangsa lain, tergantung dari tiap-tiap XXX sifat-sifat rasial mengenai bakatnya, wataknya, XXX pengalaman, pendidikan serta lain-lain situasi di lingkungannya.

 

Comments are closed.