Pengertian Tentang Lukisan (3)

Title | Tajuk : Pengertian Tentang Lukisan (3)
Magazine | Majalah :  Majalah Mastika
Author | Penulis : Trisno Sumardjo
Date | Tarikh : October 1955
Page | Mukasurat : 33 – 35

XXX di kota-kota besar dalam negeri-negeri yang XXX rapi penyelenggaraan kebudayaannya, XXX secara lahirnya saja sudah dengan XXX mendapat kesan tentang kebudayaannya. XXX lahir ini berarti bahawa XXX tak usah menjadi ahli untuk XXX hasil-hasil kebudayaan dan XXX, jadi setiap pelancong boleh XXX keindahan yang tersaji. Apa XXX menampakkan diri pada kita sebagai monumen-monumen daya kreatif sesuatu bangsa, XXX terselenggara dan terpelihara dengan XXX, bahkan tak jarang dengan megahnya. XXX serta pemeliharaan itu XXX kebanggaan yang sudah pada tempatnya atas kepandaian kaum pencipta, baik seniman ataupun ahli ilmu dan orang-orang lain yang membuktikan kebesaran jiwa manusia yang berasal dari bangsa itu.

Yang kami maksud dengan monumen-monumen ini bukan hanya berbentuk tugu-tugu, seperti tugu kemerdekaan, tugu pahlawan dan sebagainya yang secara kurang memuaskan telah kita kenal di sini, tapi juga gedung-gedung, seperti gedung seni drama, gedung konsert, balai seni rupa, musium dan lain-lain. Hanya patung-patung yang tak hanya berfungsi sebagai ornamen pada sebuah gedung atau jambatan besar, tapi juga merupakan kelompok-kelompok sendiri ditempatkan di taman umum, di tengah pasar dan di tempat-tempat umum lainnya. Semuanya mengemukakan penciptaan kebesaran fikiran seseorang atau sebangsa.

1955_oct_mastika_trisno01

Fikiran yang diterangkan oleh monumen-monumen ini membawa kesan dan pesan sekaligus yang bermakna besar. Menikmati lukisan-lukisan dalam musium atau patung-patung di taman umum, di pasar dan di jalanan-jalanan, menonton seni drama dalam gedung yang indah, menyaksikan kesenian rakyat dalam arena terbuka yang memuat puluhan ribu penonton, inilah sekadar contoh untuk kesenian yang /ms 34/ benar-benar terselenggara secara teratur dan berfungsi kemasyarakatan. Tempat berhibur sambil mencicip makna kesenian bangsa sendiri adalah di sini. Tempat bertemu secara batin antara rakyat dan seniman adalah di sini. Tempat pengaruh timbal-balik antara tenaga-tenaga bangsa yang kreatif dan yang menampunginya adalah di sini. Hal-hal ini sangat besar artinya bagi kehidupan kesenian yang betul-betul berisi hidup dan menjadi milik sejati rakyat dan semuanya boleh terjadi sehari-hari! Perkenalan sehari-hari ini membuat rakyat lambat-laun terbiasakan menghadapi hasil-hasil seni rakyat dan tidak canggung seperti sekarang ini: orang sekarang serba canggung menghadapi lukisan dan patung kerana merasa itu terasing dari kehidupannya sendiri; begitulah pula orang sudah mengerti seni drama modern, susah menghargai syair atau roman.

Dengan menempatkan hasil-hasil seni tadi langsung ke tengah-tengah pergaulan sehari-hari maka orang yang bukan seniman atau ahli pun lambat-laun dengan sendirinya menaruh perhatian. Dan dari perhatian tumbuh kecintaan akan seni serta keinginan untuk memeliharanya, bahkan untuk mencipta sendiri pendidikan bermakna besar yang merata ke seluruh penduduk ini dengan tiada belanja selanjutnya, dengan tiada guru dan dengan tiada susah payah. Pengaruh-pengaruh tersebut menambah jumlah peminat, ahli dan para seniman kita berserta penghargaan khalayak terhadap mereka. Maka pengaruh dan penghargaan ini menstimulir kembali jumlah dan mutu hasil kerja mereka. Inilah pengaruh timbal-balik tercapai oleh penyelenggaraan yang rapi. Makin banyak buah ciptaan dan makin luas penyelenggaraannya, makin mendalam dan meluas pula pengaruh timbal-balik itu. Maka hal ini berarti bahawa kesenian merupakan kehidupan lahir-batin yang bersambung. Persambungan ini menunjukkan adanya kebudayaan yang hidup, yakni tidak terhenti pada suatu taraf tapi terus menerus memperoleh sumber kejiwaan dan memberi pula sumber kejiwaan pada pada pendokongnya dan pada seluruh bangsa.

1955_oct_mastika_trisno02

Hasil-hasil yang terselenggara itu boleh dari luar negeri, boleh dari negeri sendiri; tapi yang terutama yang terakhir ini. Hasil luar negeri atau pun kopinya besar faedahnya untuk bahan studi dan perbandingan, penambah rasa dan fikiran. Hasil-hasil negeri sendiri menghantarkan buah kesanggupan bangsa sendiri hingga kecuali memberi rasa seni dan rasa budaya, juga memberi pada kita rasa kesanggupan, yakni perasaan bahawa bangsa kita sanggup mencipta, bahawa kebudayaan kita tidak mati. Istimewa pada waktu sekarang, di mana banyak orang suka meniru-niru bangsa-bangsa lain kerana kagum kepada mereka, maka rasa kesanggupan itu menanam kesedaran bahawa kita sebenar-benarnya tak usah merasa rendah diri. Kepercayaan diri yang disumbangkan oleh kesenian ini, berkat rapinya dan luasnya penyelenggaraan, lambat-laun tertanam dalam di hati rakyat, akhirnya bukan XXX pengaruh dan jasanya. Seorang sarjana besar atau seniman besar saja sudah sanggup menarik simpati luar negeri terhadap bangsanya. Pun negeri lawan politik kita tak akan begitu saja mengambil sikap meremehkan apabila kesenian dan kebudayaan kita sudah tinggi. Dari contoh-contoh sekadar ini nyatalah betapa pentingnya penyelenggaraan kesenian kita.

Sekarang, bila kita menengok keadaan di masyarakat, sedarlah kita bahawa penyelenggaraan itu jauh ketinggalan. Ya, hampir tak ada musium-musium masih ada sedikit sebagai warisan zaman kolonial. Gedung seni drama cuma satu di ibukota yang berpenduduk dua juta setengah jiwa, hingga orang-orang tua-muda berlarian menonton wayang gambar yang lebih dari XXX peratus memutar filem-filem luar negeri. Gedung-gedung kesenian lainnya di seluruh Indonesia, seperti gedung untuk wayang wong dan sebagai, boleh dihitung dengan jari, pun arkitekturnya sama sekali tak indah. Balai seni rupa belum nampak sebuah pun. Gedung-gedung yang mempunyai arkitektur indah menurut dayacipta Indonesia baru belum juga didirikan. Keadaan di kota-kota mengenai rancangan keindahan kota (town planning) menunjukkan kemiskinan kerohanian, pun keteliduran.

Kita sekarang berada di tengah-tengah zaman /ms 35?/ maka adalah menjadi tugas XXX untuk membentuk kebudayaan baru XXX mensesuaikannya dengan zaman kini. XXX tugas terbesar yang pernah dipikul XXX bangsa kita, tak lain kerana masih XXX sekali yang harus kita kejar. XXX kebudayaan di seluruh tanahair sedang XXX suatu heteroginitih yang luar.

Berturut-turut nenek-moyang kita mengalami perubahan-perubahan besar dalam kebudayaan, sejak kurang lebih 2,000 tahun yang lampau, ketika masih mempunyai kebudayaan primitif dan animismenya. Kemudian dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan Hindu, Islam dan Barat. Kalau kita tinjau keadaan-keadaan sekarang, dari Kalimantan Tengah atau Sulawesi Tengah yang paling primitif itu sampai ke daerah-daerah kebudayaan tertinggi di Pulau Jawa, maka nyatalah pengaruh keempat kebudayaan tadi bertebaran di kepulauan kita dengan bermacam-macam corak dan tingkat, berdampingan di suatu zaman.

Agaknya tak ada negeri lain di dunia yang keadaan kemasyarakatan dan kebudayaannya seheterogin itu seperti di Indonesia!

Comments are closed.